Iriawandatang dengan mengenakan peci dan kemeja pada pukul 20.20 WIB langsung menuju ke kediaman Habib Ali. Pertemuan dilakukan tertutup dan dijaga ketat aparat keamanan. Selanjutnya Kapolda berjalan menuju Mesjid Al Riyadh untuk melaksanakan shalat dan ziarah ke makam Habib Kwitang.
Masjidini sendiri merupakan rumah ibadah yang dibangun oleh Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi. Sehingga, dalam proses persembunyiannya Soekarno terus berbagi kisah dan ngobrol bersama Habib Ali. Banyaknya tokoh Indonesia yang pernah nyantri di masjid ini Sosok yang pernah nyantri di Kwitang [sumber gambar]
Soekarnodan Habib Ali Kwitang Pada awal masa kemerdekaan, Presiden Soekarno yang awalnya diragukan keislamannya karena banyak menganut faham keagamaan, memiliki kedekatan oleh beberapa ulama, khususnya dengan para ulama kalangan Habaib.
KedekatanSoekarno dengan Habib Ali Al-Habsyi patut diapresiasi karena telah berjasa memperjuangkan eksistensi bangsa ini. Kedua tokoh ini sering bertemu, dan Masjid Kwitang (Masjid Al-Riyadh yang berlokasi di Jalan Kembang IV, Kwitang, Senen Jakarta Pusat) menjadi saksinya. Sholat Jumat Bersama di Masjid Kwitang
inikisah nyata yang tidak ada di buku sejarah dimana Persiden Pertama Indonesia ir.Soekarno dan istrinya sewaktu di cari penjajah Jepang. beliau pernah tin
BahasaIndonesia: Habib Ali bin Husein al-Attas (Habib Ali Bungur), Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang), dan Habib Salim bin Djindan. Date: circa 1950s: Source: The official archive of Rabithah Alawiyah c.1950s: Author:
. Home Dunia Islam Kamis, 12 Agustus 2021 - 1825 WIBloading... Menara dan Masjid Jami Kwitang Djakarta 1947, Senen, Jakarta Pusat, photographer Cas Oorthuys. Masjid ini adalah saksi sejarah kedekatan Presiden Soekarno dengan tokoh ulama Habib Ali-Habsyi. Foto/Koleksi Nederland Fotomuseum A A A Tak berlebihan kiranya jika kita mengagumi sosok Presiden RI Pertama Ir Soekarno. Kedekatannya dengan ulama Zurriyah Nabi, Habib Ali Bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Jakarta menjadi berkah tersendiri bagi beliau dan juga bangsa Indonesia. Ada banyak referensi yang membuktikan bahwa Soekarno cukup dekat dengan tokoh habaib yang sangat dihormati di masa Soekarno itu. Bahkan, ulama keturunanan Nabi ini punya sumbangsih besar dalam penetapan hari dan waktu proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Baca Juga Sejarah dan Jejak Soekarno di Masjid KwitangSelaku pemimpin bangsa, Soekarno merangkul dan menghormati Habib Ali sebagai ulama yang patut dimintai fatwa dan nasihatnya. Betapa berkahnya sebuah bangsa tatkala pemimpin umaro dan ulama bergandengan tangan. Untuk diketahui, Masjid Kwitang pernah menjadi tempat sholat Soekarno dan para Founding Fathers bapak pendiri bangsa bersama Habib Ali Al-Habsyi. Bahkan disebutkan bahwa Bung Karno pernah bersembunyi di masjid ini ketika masa penjajahan Kwitang kini dikenal dengan Masjid Al Riyadh yang berlokasi di Jalan Kembang IV, Kwitang, Jakarta Pusat. Masjid ini sangat terkenal karena menyimpan banyak sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia. Di areal masjid ini juga Habib Ali Bin Abdurachman Bin Abdullah Al Habsyi dimakamkan dan hingga kini selalu ramai Kwitang merupakan tempat Habib Ali berdakwah. Awalnya hanya berupa surau dengan desain rumah panggung, kini menjadi bangunan masjid dua lantai yang berdiri di atas lahan seluas meter ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan namanya diubah menjadi Khuwatul Ummah artinya kekuatan umat. Karena situasinya pada saat itu bangsa Indonesia sedang menjaga Al-Riyadh hanya ada tiga di dunia. Pertama, ada di Hadhramaut, Yaman. Dua lagi ada di Indonesia yaitu di Kwitang dan di Kota Solo tepatnya di Pasar Anto Djibril membenarkan kedekatan Soekarno dengan Habib Ali Habsyi. Dalam referensi yang dikumpulkannya dalam arsip Pustaka Lutfiyah diabadikan beberapa momen saat Soekarno dan para pemimpin Indonesia sholat Jumat bersama Habib Ali-Habsyi pada Tahun 1942. Baca Juga Bersambung!rhs habib ali bin abdurrahman alhabsyi sejarah kemerdekaan presiden soekarno hut ri ke 76 indonesia tangguh Artikel Terkini More 14 menit yang lalu 1 jam yang lalu 2 jam yang lalu 3 jam yang lalu 4 jam yang lalu 5 jam yang lalu
JAKARTA - Sebagai pewaris para nabi, ulama memiliki tugas untuk menyiarkan agama Islam. Ke hidupannya dibaktikan untuk menyampaikan pesan takwa kepada masyarakat. Sehingga, mereka memahami kebaikan dan keburukan. Dakwahnya menginspirasi masyarakat sekitar, menanamkan akhlak, ilmu, dan iman. Karena itu, para ulama telah banyak berperan dalam menyebarkan syiar Islam di belahan nusantara, termasuk di kalangan masyarakat Betawi di Ibu Kota Jakarta. Salah satu ulama yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Betawi adalah Habib Ali Alhabsyi 1870-1968 di Kwitang. Selama hidupnya, Habib Ali kerap berdakwah di tengah ribuan orang yang haus akan spiritual. Beliau adalah pendiri dan pimpinan pertama Majelis Taklim Habib Ali Alhabsyi. Dalam buku Sumur yang tak Pernah Kering dijelaskan, sang alim telah banyak memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan umat, bangsa, dan negara. Dia tampil sebagai cendekiawan yang tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di mancanegara. Kelahiran Nama lengkapnya adalah Ali bin Abdur rahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein Alhabsyi. Ulama keturunan Nabi Muhammad ini lahir pada 20 April 1869 M di Kampung Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Habib Ali lahir dari pasangan Habib Abdurrahman dan Nyai Salmah, seorang putri kelahiran Meester Cornelis atau kawasan Jatinegara. Ayahnya, Habib Abdurrahman merupakan sahabat Habib Syekh bin Ahmad Bafaqih, seorang wali kutub yang dimakamkan di perkuburan Boyo Putih, Surabaya. Selain itu, Habib Abdurrahman juga merupakan sahabat sekaligus ipar dari Raden Saleh 1816-1880 M. Setelah bertahun-tahun menikah, Habib Abdurrahman dan Nyai Salmah belum juga diberi keturunan. Pada suatu waktu, Nyai Salmah kemudian bermimpi menggali sumur yang airnya melimpah ruah hingga membanjiri sekelilingnya. Lalu, diceritakanlah mimpi itu kepada sang suami. Setelah mendengar mimpi istrinya itu, Habib Abdurrahman langsung menceritakannya kepada Habib Syekh bin Ahmad Bafaqih. Kemudian, Habib Syekh menjelaskan, mimpi tersebut sebagai tanda akan la hirnya seorang putra yang saleh dan ilmunya akan melimpah ruah berikut keberkahannya. Tak lama kemudian, mimpi tersebut men jadi kenyataan. Nyai Salmah mengandung dan lahirlah seorang putra yang kelak akan menjadi tokoh berpengaruh, yaitu Habib Ali bin Adurrahman Alhabsyi. Habib Ali memiliki adik kandung bernama Habib Abdul Qadir Alhabsyi. Pada 1881, Habib Abdurrahman dipanggil oleh Allah. Saat itu Habib Ali baru menginjak usia 12 tahun. Sebelum wafat, Habib Abdurrahman sempat berwasiat kepada Nyai Salmah agar Habib Ali disekolahkan ke Hadramaut dan Makkah. Untuk mengirim putranya ke luar negeri, tentu membutuhkan biaya yang cukup be sar. Namun, Nyai Salmah tetap menunaikan wasiat dari suaminya tersebut. Untuk memberangkatkan Habib Ali ke Hadramaut, Nyai Salmah sampai menjual gelang perhiasan satu-satunya. Masa belajar Di usianya yang masih 12 tahun, Habib Ali pun berangkat ke Hadramaut atau Yaman Selatan. Kota pertama yang dikunjunginya adalah Sewun untuk berguru kepada Habib Abdurrahman bin Alwi al- Alaydrus. Saat di Hadramaut, Habib Alhabsyi tidak menyia-nyiakan waktu mudanya untuk menuntut ilmu. Berbagai tradisi keilmuan dilahapnya, seperti fikih, tafsir, sejarah, dan banyak lagi. Di samping itu, Habib Ali juga bekerja sebagai buruh penggembala kambing untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dia berguru kepada seorang alim besar di Kota Boor, Habib Hasan bin Ahmad Alaydrus. Selain itu, Habib Ali juga belajar kepada cendekiawan yang buta, yaitu Habib Ahmad bi Hasan Alatas di Kota Huraidhoh. Banyak guru-guru lainnya yang mendidik Habib Ali selama di Hadramaut. Setelah belajar di Hadramaut, Habib Ali Kwitang kemudian melanjutkan pencarian ilmunya ke Tanah Suci Makkah dan Madinah. Di dua kota ini, dia belajar agama ke pada Mufti Makkah Imam Habib Husein bin Muhammad Alhabsyi, dan sejumlah ulama besar. Sebagai pencari ilmu, Habib Ali Kwitang tergolong murid yang cerdas. Dia memiliki kemampuan menghafal yang sa ngat tinggi. Setelah delapan tahun menun tut ilmu di Hadramaut dan Makkah, Habib Ali pun kembali ke Tanah Air untuk memulai tugas keulamaan, tepatnya pada 1889 M. Setiba di Tanah Air, Habib Ali Kwitang kembali menuntut ilmu kepada sejumlah ulama sehingga ilmu agama yang didapatkan dari luar dapat disesuaikan dengan kekhasan Islam yang ada di nusantara. Guru-gurunya di nusantara antara lain Habib Husein bin Muchsin Alatas dan Habib Usman bin Yahya, seorang Mufti yang berada di Jakarta. Habib Ali Kwitang juga menimba ilmu kepada sejumlah habib terkenal yang ada di Bogor, Pekalongan, Surabaya, Bangil, dan Bondowoso. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
SEJUMLAH masjid bersejarah di Jakarta kerap dikunjungi ribuan umat Islam dari penjuru Indonesia, tak terkecuali Masjid Al Riyadh yang biasa disebut Masjid Kwitang yang berada di Jalan Kembang IV, Kwitang, Jakarta Pusat. Tak hanya beribadah, ribuan umat Islam ini juga melakukan ziarah ke makam Habib Ali Bin Abdurachman Bin Abdullah Al penuturan Ketua Dewan Kemakmuran DKM Masjid Kwitang, Nurdin Abdurahman, keberadaan Masjid Kwitang tak lepas dari perjuangan dakwah Habib Ali di Jakarta. Berawal hanya berupa surau dengan desain rumah panggung, kini Masjid Kwitang menjadi bangunan masjid dua lantai yang berdiri di atas lahan seluas meter persegi."Jadi setelah Habib Ali menuntut ilmu di Hadralmaut, Yaman Selatan, beliau sempat berguru dengan Mufti Betawi yakni Habib Usman Bin Yahya. Ia pun membuat madrasah pertama di Jakarta dengan nama Madrasah Jamiatul Khair di Masjid Al Makmur Tanah Abang Jakarta," ujar Nurdin ketika ditemui Sindonews, beberapa waktu mendirikan madrasah, murid Habib Ali terus bertambah. Lama kelamaan, ia berpikir membawa muridnya belajar di kediamannya di Jalan Kramat Dua, Kwitang, Jakarta Pusat. Hal inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Islamic Center Indonesia."Setiap hari muridnya terus bertambah. Bahkan beliau hanya menyisakan sedikit bagian rumahnya untuk keluarganya. Hampir 3/4 rumahnya digunakan untuk tempat belajar agama atau majelis taklim," bertambahnya murid, sekitar tahun 1938 masehi, Habib Ali membangun surau sederhana dengan bentuk seperti rumah panggung. Bangunan musala itu dinamai Al Makmur karena Habib Ali terinspirasi dari nama Masjid Al Makmur yang berada di Tanah pada saat itu, Habib Ali memiliki majelis Taklim Unwanul Falah di Jalan Kemenangan dan masyarakat muslim sekitar Kwitang juga punya tempat ibadah baru bernama Masjid Al Makmur. "Tidak lama berdiri, Al Makmur mengalami musibah kebakaran," waktu lama bagi Habib Ali untuk membangun kembali masjid yang sudah rata dengan tanah itu. Dengan susah payah, akhirnya Masjid tersebut kembali berdiri dan diresmikan oleh Presiden pertama RI, Soekarno."Masjid ini diresmikan oleh Presiden Soekarno dan diubah namanya menjadi Khuwatul Ummah artinya kekuatan umat. Karena situasinya pada saat itu bangsa kita lagi menjaga kemerdekaan," Khuwatul Ummah yang disematkan pada Masjid yang berada di Jalan Kembang IV itu pun tidak bertahan lama. Habib Ali mendapatkan perintah dari gurunya di Hadralmaut untuk mengubah nama. "Belum jelas diketahui apa alasan perubahan nama tersebut," Masjid Khuwatul Ummah diubah menjadi Masjid Al Riyadh. Al Riyadh sendiri memiliki arti Taman. Secara harfiah, Al Riyadh berarti Taman Surga. "Taman Surga yang dimaksud di sini adalah masjid," menjelaskan, Masjid Al Riyadh hanya ada tiga di dunia. Pertama, ada di Hadralmaut, Yaman Selatan. "Dua ada di Indonesia di Kwitang sama di Kota Solo tepatnya di Pasar Kliwon," kini Masjid Jami Al Riyadh masih terus digunakan sebagai tempat ibadah umat muslim sekaligus sebagai tempat menimba ilmu Agama Islam. Selain dari warga sekitar, jamaah masjid ini juga berasal dari seluruh Indonesia bahkan hingga ke mancanegara.ysw
JAKARTA- Presiden Pertama Indonesia, Ir. Soekarno disebut pernah bersembunyi di Masjid Al-Riyadh Kwitang bersama Habib Ali. Terutama saat zaman penjajahan Belanda. Masjid Al-Riyadh tercatat sebagai nadi pergerakan dakwah di tanah batavia. Tokoh nasional seperti Asyari, KH Ahmad Dahlan, dan Presiden Soekarno pernah singgah di masjid yang didirikan olehHabib Ali Al Habsyi. Habib Ali disebut pernah membantu Bung Karno untuk bersembunyi. "Menurut kisah, berbulan-bulan Bung Karno di sini. Sebagai persembunyian dari Belanda," ujarseorang pengurus masjid kepada Tribun Network. Menurut informasi yang dihimpun, Bung Karno sempat 'nyantri' dengan Habib Ali atas usulan M. HusniThamrin. Bedug di Masjid Jami Al Riyadh, Kwitang, Jakarta Pusat, Selasa 19/5/2020. Masjid Jami Al Riyadh Kwitang didirikan oleh Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi pada tahun 1887. Tribunnews/Jeprima Tribunnews/Jeprima Tujuannya untuk menghindari ancaman Jepang dan Belanda. Pada saat itu Habib Ali dihormatioleh penjajah. "Habib Ali juga berperan sebagai teman berbincang Bung Karno," tuturnya. Dalam buku Sumur yang tak Pernah Kering disebutkan salah satu ulama yang berperan penting dalampenyebaran Islam di Betawi adalah Habib Ali Alhabsyi 1870-1968 di Kwitang. Selama hidupnya, Habib Ali kerap berdakwah di tengah ribuan orang yang haus akan spiritual. Beliauadalah pendiri dan pimpinan pertama Majelis Taklim Habib Ali Alhabsyi. Habib Ali banyak memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan umat, bangsa, dan negara. Diatampil sebagai cendekiawan yang tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di mancanegara. Sumur Tak Pernah Kering Seorang pengurus bercerita, Habib Ali, membuat sumur di area masjid. Sumur dibuat oleh Habib Aliguna sebagai air bersuci atau berwudu. Sumur dipercaya berisi 'air syifa' yang berarti dapat menyembuhkan suatu penyakit. "Tapi begini, air syifa ini sebagai perantara saja. Selebihnya wajib meminta sama Allah. Karena pesanHabib Ali harus berdoa hanya kepada Allah. Air syifa cuma perantara ya," ucapnya.
habib ali kwitang dan soekarno